MENYAMBUT RAMADHAN


                Menyusuri jalanan di area sekitar alun-alun Kota Yogyakarta, kita seolah terhanyut ke masa berabad silam, zaman keemasan Keraton Yogyakarta. Salah satu bangunan yang menjadi saksi sejarah masa keemasan itu adalah Masjid Agung Yogyakarta. Masjid Agung Yogyakarta sebagai simbol budaya Islam dan Jawa berdampingan mesra kala itu. Keduanya melebur membentuk peradapan yang hangat. Kehalusan budi pekerti yang diteladankan para wali kebetulan serasi dengan karakterisitik dasar orang Jawa yang santun dan lemah lembut. 
            Boleh dikata , Masjid Agung Yogyakarta mendobrak kelaziman zaman itu. Bentuknya sangat berbeda dengan umumnya bangunan masjid di sekitarnya yang menggunakan kubah. Masjid Agung Yogyakarta menggunakan atap bersusun tiga berbentuk segitiga sama kaki. Konon, selain mengentalkan nuansa budaya Jawa, bentuk atap ini memendam makna filosofis yang sangat dalam.
            Menurut juru kunci atau yang merawat masjid, atap bersusun tiga adalah melambangkan tingkatan yang harus ditempuh setiap muslim agar bisa mencapai kedekatan dengan Gusti Allah Swt. Tingkatan itu adalah iman, islam dan ihsan. Demikian halnya dengan lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian yang lain, diharapkan mengingatkan setiap manusia akan adanya rukun Islam yang berjumlah lima yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Sedang enam jendelanya melambangkan rukun iman yaitu percaya kepada Allah Swt, percaya kepada rasul-rasul-Nya, percaya kepada malaikat-Nya, percaya akan datangnya kiamat dan qada qadar.
            Ada juga bangunan yang dinamakan Pawestren. Pawestren ini biasanya bangunan yang dikhususkan untuk menampung jamaah wanita. Bangunan ini dibuat menggunakan kontruksi kayu jati, dengan bentuk atap limasan berupa genteng dari kayu jati.
            Masih di area kompleks Masjid Yogyakarta, terdapat beberapa bangunan bersejarah yang bentuknya seperti rumah zaman kuno yang mungkn dulunya dgunakan sebagai gedung pertemuan dan lembaga pendidikan agama. Walau sepertinya kelihatan kurang terawat dan kotor, tapi bangunan tersebut masih kelihatan berdiri kokoh di seberang masjid.
            Hingga kini, meski zaman telah jauh berbeda, Masjid Agung Yogyakarta masih saja penuh jamaah. Biasanya Masjid Agung Yogyakarta ramai jamaah pada salah satunya pada bulan Ramadhan. Maka dari itu, jauh-jauh hari panitia kegiatan Ramadhan sudah memasang baliho besar di jalan masuk masjid yang berisi jadwal pnceramah unntuk mengisi malam-malam bulan Ramadhan oleh para mubaligh terkemuka. Serta ada beberapa agenda khusus diantaranya kajian kitab, tarawih dini hari, donor darah,takjilan gule kambing, tarawih satu juz, nuzulul Qur’an, tadarus Al-Qur’an, khataman, I’tikaf dan oblok-oblok 1 Syawal. Kesemua acara yang diselenggarakan bertujuan untuk mengisi dan memeriahkan bulan Ramadhan, serta untuk mengundang wisatawan atau jamaah yang lebih banyak lagi untuk berkunjung ke Yogyakarta khususnya ke Masjid Agung Yogyakarta.
(Dadang Kurniawan/0035/Berita 1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar