Becak
merupakan alat transportasi tradisional yang hampir ada di setiap daerah di
Indonesia. Seolah telah menjadi bagian sejarah dari peradaban Indonesia, becak
menjadi salah satu saksi bagaimana sebuah kota dengan masyarakat dan budayanya
berkembang. Tapi dengan perubahan zaman, becak yang tak mampu lagi mengikuti
langkah maju dan perubahan modern sehingga membuatnya semakin tersingkirkan.
Tapi
tidak di Yogyakarta, becak selalu menempati tempatnya sebagai bagian dari kota
ini. Tak hanya dicintai oleh warganya, becak di Yogyakarta juga menjadi bagian dari
alasan orang berwisata. Becak-becak Malioboro mewakili wajah becak di
Yogyakarta yang tetap lestari sebagai bagian dari khasanah budaya yang terjaga
dan tak kehilangan nilainya.
Ini salah
satu pengalaman yang paling menjengkelkan dengan
tukang becak di Malioboro yang katanya membantu pariwisata Jogja. Bagi yang
pernah ke Malioboro, pasti ditawari naik becak, seperti biasanya tukang becak menawarkan
jasa ke toko batik dan pabrik bakpia dengan harga Rp.10.000 – Rp 15.000 pulang
pergi. Apakah harganya benar-benar segitu?
Pengalaman
hari Kamis 16 Juni membuat saya tercengang-cengang. Ketika tukang becak
menawarkan ke toko batik dan pabrik bakpia (di luar kawasan Malioboro) dengan
harga 10.000 sampai 15. 000 pulang pergi (dari depan pasar Beringharjo), saya
menawar ke toko baju malioboro yang berada di sebelah utara pasar Beringharjo
dan di bawa ke luar tujuan yaitu ke toko batik dan pebrik bakpia selanjutnya
berhenti di pasar Bringharjo diminta Rp. 20.000 dengan alasan jauh. Padahal
Malioboro ke toko batik dan pabrik bakpia lebih jauh lagi bisa cuma Rp. 15.000.
Saya pernah mendengar, bahwa kata orang-orang tukang becak itu dapat komisi
dari toko batik dan pabrik bakpia.
Tukang becak yang seharusnya bisa menambah daya tarik
wisatawan di Malioboro, justru memanfaatkan keluguan para wisatawan. Apakah ini
hanya ulah oknum tukang becak semata? Ataukah semua tukang becak sudah tahu
sama tahu dan menjalankan praktik seperti itu? Sepertinya praktik seperti itu
sudah biasa dilakukan dan sudah banyak yang tahu, karena guide tour yang
membawa rombongan saya sudah mengingatkan agar kita tidak usah naik becak
karena bila berurusan dengan tukang becak pasti membuat jengkel.
Memang tak sedikit cerita tentang kekesalan yang tersisa usai
menaiki becak di Malioboro. Mulai dari pengayuh becaknya yang kerap memaksakan
tujuan hingga menjebak penumpangnya dengan beragam cara untuk menarik ongkos
yang tinggi. Oleh karena itu, jika hendak menaiki becak di Malioboro, pastikan
kita sudah memiliki tujuan dan wajib menawar karena semua alat transportasi
tradisional di tempat ini tak lepas dari tarif kesepakatan. Jangan terbuai
dengan tawaran ongkos murah pengayuh becak jika itu mengantarkan kita kepada
tempat yang tak ingin kita kunjungi.
(Sri Asih/Berita 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar