Pendidikan merupakan suatu hal yang
sering dibicarakan sejak zaman perjuangan sampai era demokrasi sekarang ini.
Zaman perjuangan Indonesia memiliki sejarah perjuangan pendidikan yang telah
diperjuangkan oleh salah satu wanita pejuang emansipasi wanita. R.A. Kartini
adalah sosok wanita Indonesia yang memberikan kontribusi sangat besar bagi
pendidikan perempuan di negeri ini. Sebelum pendidikan wanita Indonesia
diperjuangkan, bangsa Indonesia memandang sebelah mata keberadaan wanita.
Bahkan wanita hanya dianggap sebagai pelengkap kehidupan laki-laki.
R.A. Kartini lahir pada tanggal 21
April 1897 di Moyang, Kabupaten Jepar. Kartini adalah pejuang kaum wanita
Indonesia, Dia adalah penunjuk arah cita-cita wanita di negeri yang terkenal
akan budayanya ini. Dia adalah seorang pengangan-angan yang banyak menaruh
cita-cita dan harapan. Angan-angan itulah yang membuatnya semangat merintis
perjuangan untuk bangsanya.
Hasil perjuangan yang penuh liku
dan hambatan itu tidaklah sia-sia. Banyak kaum wanita Indonesia yang kini
begitu handal menekan keyboard komputer, mengintip galaksi dari lensa teleskop
bahkan mengadu fikiran di meja perwakilan rakyat. R.A. Kartini-lah awal kebangkitan
mereka.
Keberadaan wanita Indonesia tidak
dapat lagi dianggap sebagai pelengkap kehidupan laki-laki dan pendorong dari belakang. Kesejajaran yang
didapatkan kaum wanita dalam bidang pendidikan tidak dapat menghapus kodrat
wanita sebagai seorang ibu rumah tangga. Meskipun ada berbagai pendapat yang muncul
berkenaan dengan hal tersebut. Perbandingan yang banyak diperdebatkan
memunculkan tiga pijakan dasar yang menjadi pilihan wanita.
Pertama,
wanita yang memilih sebagai faktor pelengkap laki-laki saja. Tanpa memiliki
angan-angan ataupun cita-cita dalam hidupnya. Kedua, wanita yang memilih untuk mengutuk pilihan pertama. Wanita
dengan pilihan kedua ini adalah wanita yang merasa mampu bebas dari rasa
bergantung pada laki-laki. Ketiga,
wanita yang memilih dirinya sebagai sosok yang utuh, dan menghargai serta
menghormati kodrati kelahirannya sebagai wanita. Mereka memilih untuk
melaksanakan kodratnya sebagai wanita namun juga tidak lalai dengan cita-cita
dan perjalanan karirnya.
Pada dasarnya
wanita diciptakan untuk berpasangan dengan laki-laki, bukan untuk menjadi
pemuas nafsu dan pelengkap tetapi sebagai mitra sejajar yang dapat bekerjasama
dalam hal kebaikan. Karena wanita dan laki-laki adalah suatu keseimbangan di
muka bumi.
Emansipasi bukanlah sebagai bentuk
pencapaiana suatau persamaan antara laki-laki dan wanita. Tetapi, keunggulan
dalam proses selektifitas untuk menggapai harapan dan cita-cita dalam
pendidikan baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis. Pendidikan merupakan
sarana penunjang untuk menggapai cita-cita tersebut. Perjuangan R.A. Kartini
harus terus dipertahankan oleh kaum wanita di Indonesia meskipun berbagai faktor
akan menghambat kesejajaran wanita dan laki-laki. Hambatan-hambatan tersebut
diantaranya:
Pertama,
hambatan fisik, karena wanita terbebani dengan kodrat yang harus diemban oleh
badannya yaitu hamil, melahirkan dan menyusui. Kedua, hambatan teologis, telah diketahui bahwa wanita diciptakan
dari ulang rusuk laki-laki. Salah satu alasan teologia inilah yang yang
menciptakan beberapa pandangan dan melihat wanita hanya sekadar sebagai
pendamping laki-laki. Ketiga,
hambatan sosial-budaya, pandangan ini melihat bahwa wanita itu pasif, lemah,
bergantung, dan menerima keadaan. Keempat,
hambatan psikologis, wanita dianggap sebagai makhluk rumah yang tugasnya hanya
cukup mengurusi rumah tangga saja. Kelima,
hambatan sistem kemasyarakatan, adanya diskriminasi bagi wanita untuk
mendapatkan peluang belajar dan menggapai pendidikan setinggi-tingginya serta
kesempatan dalam peluang bekerja. Keenam,
hambatan historis.
Berbagai hambatan yang ada
seharusnya tidak menjadi penghalang bagi kaum wanita untuk menyadari akan
tingginya potensi mereka. Dalam mengahapai hambatan yang ada kaum laki-laki dan
wanita harus menggunakan dua unsur utama yaitu eros dan logos (rasa dan pikir)
agar semua dapat berjalan dengan seimbag. Dengan kesempatan pendidikan yang
sama maka kesempatan di lingkungan sosial antara kaum laki-laki dan wanita juga
dapat disejajarkan. (Siti
Zuliana/0169/D)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar